Faktababel.id, BABEL – Dalam sidang Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, pada Senin (17/3/2025), drama hukum menyelimuti kasus penembakan bos rental mobil asal Aceh.
Tiga terdakwa yang terlibat dalam peristiwa tragis ini, yakni KLK Bambang Apri Atmojo, Sersan Satu Akbar Adli, dan Sersan Satu Rafsin Hermawan, mengaku menyesal atas perbuatan mereka yang mengakibatkan wafatnya Ilyas Abdul Rahman dan melukainya, serta membuat rekan korban, Ramli Abu Bakar, mengalami kondisi kritis.
Di balik penyesalan yang tersampaikan dengan air mata, terdakwa juga menyuarakan harapan agar tetap diizinkan mempertahankan status sebagai prajurit TNI AL meskipun tuntutan hukum serta ancaman pemecatan telah dijatuhkan.
Di tengah sidang, terdakwa mengungkapkan penyesalan mendalam atas tindakan yang telah dilakukan. Mereka menyatakan bahwa niat awal saat kejadian bukanlah untuk menghabisi nyawa atau menyebabkan luka serius, melainkan untuk menghindari bentrokan yang semakin memanas.
Baca Juga: Tambang Emas Ilegal Ancam Pencemaran Lingkungan di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat
Namun, situasi dengan cepat berubah menjadi tragedi yang fatal. KLK Bambang Apri Atmojo dan Sersan Satu Akbar Adli dituntut dengan hukuman penjara seumur hidup atas tuduhan pembunuhan berencana dan penggelapan mobil korban.
Sementara itu, Sersan Satu Rafsin Hermawan menghadapi tuntutan hukuman 4 tahun penjara karena terlibat dalam kasus penadahan. Dalam pengakuan mereka, terdakwa menyampaikan, “Kami tidak menutup-nutupi kesalahan kami dan siap mempertanggungjawabkannya,” sebuah pernyataan yang menambah keharuan suasana sidang.
Terlepas dari beratnya hukuman pidana yang mengancam, ketiga terdakwa dengan penuh harap memohon kepada majelis hakim untuk tidak mencabut hak mereka sebagai anggota TNI AL. Mereka menegaskan identitas mereka sebagai prajurit yang telah melalui pelatihan keras dan mengorbankan banyak hal demi bangsa.
“Kami mohon Yang Mulia untuk mengizinkan kami tetap menjadi prajurit TNI yang mengalir dalam darah kami, demi tanggung jawab terhadap keluarga dan negara,” ungkap Sersan Satu Akbar Adli dengan nada haru.
Penasihat hukum terdakwa, Letkol Laut (H) Hartono, juga mengimbau agar keputusan hakim tidak hanya melihat aspek pidana, melainkan juga memulihkan martabat dan hak kedinasan terdakwa, mengingat kontribusi yang telah mereka berikan selama ini.
Kisah ini membuka ruang diskusi tentang dilema moral dan profesionalisme dalam lingkungan militer. Di satu sisi, terdakwa mengakui kekeliruan fatal yang telah terjadi, sementara di sisi lain mereka menunjukkan semangat untuk tetap mengabdi sebagai prajurit TNI AL.
Kasus ini tentunya menjadi sorotan publik, tidak hanya sebagai bentuk keadilan terhadap korban, tetapi juga sebagai ujian integritas institusi militer dalam menangani pelanggaran berat oleh anggotanya.
Proses persidangan yang masih berjalan ini diharapkan dapat menghasilkan keputusan yang seadil-adilnya bagi semua pihak, dengan mempertimbangkan kepentingan hukum serta nilai-nilai kebangsaan dan profesionalisme.[dit]