Reformasi Peradilan Militer Mandek: Imparsial Desak Anggota TNI Diadili di Peradilan Umum

Reformasi Peradilan Militer Mandek, TNI Harus Diadili di Umum
Mandeknya Reformasi Peradilan Militer: Impunitas Masih Jadi Sorotan Tajam/(pixabay)

Faktababel.id, NASIONAL – Amanat reformasi peradilan militer yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dinilai masih mandek. Padahal, undang-undang tersebut dengan jelas mengamanatkan bahwa prajurit TNI harus tunduk pada peradilan umum untuk tindak pidana umum yang mereka lakukan. Namun, implementasinya hingga kini belum berjalan sesuai harapan.

Kritik tajam ini disampaikan oleh Koordinator Peneliti Imparsial, Annisa Yudha. Dalam diskusi publik di Jakarta Selatan, Kamis (30/10/2025), Annisa menegaskan bahwa Reformasi Peradilan Militer Mandek adalah langkah yang sangat mendesak. Reformasi diperlukan untuk mengakhiri praktik impunitas yang masih terjadi di berbagai kasus, mulai dari Medan hingga Papua.

Menurutnya, dualisme sistem peradilan yang masih ada—di mana anggota TNI diadili di peradilan militer untuk pidana umum—telah membuka ruang bagi impunitas. Ia menyoroti beberapa kasus di mana persidangan terhadap anggota TNI yang melakukan kejahatan seringkali:

  • Berlangsung tertutup.
  • Tidak menjunjung tinggi prinsip peradilan yang adil (fair trial).
  • Kerap mengabaikan hak-hak dan perlindungan terhadap korban.

Catatan Kasus dan Pola Vonis Ringan

Annisa membeberkan bahwa dualisme sistem ini secara langsung mencederai rasa keadilan publik dan melemahkan prinsip supremasi sipil di negara demokrasi. Imparsial mencatat setidaknya ada enam kasus kekerasan dan impunitas yang melibatkan anggota TNI sepanjang tahun 2025, termasuk kasus kematian Prada Lucky.

Kasus-kasus ini, menurut Imparsial, menunjukkan adanya pola yang mengkhawatirkan. Pola tersebut adalah kecenderungan jatuhnya vonis yang sangat ringan bagi pelaku. Hal ini terjadi karena proses peradilan yang eksklusif dan tidak transparan, sehingga sulit diakses oleh pengawasan publik maupun organisasi masyarakat sipil. Akibatnya, efek jera yang diharapkan dari sebuah proses hukum tidak tercapai.

Desakan Revisi UU dan Pembatasan Yurisdiksi

Untuk memutus mata rantai impunitas ini, Imparsial mendorong langkah konkret berupa revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Poin krusial dari revisi ini adalah pembatasan yurisdiksi peradilan militer.

Annisa menjelaskan bahwa peradilan militer seharusnya hanya berwenang mengadili pelanggaran yang murni bersifat militer, seperti desersi atau insubordinasi. Sementara itu, untuk tindak pidana umum yang mereka lakukan, proses hukumnya harus dialihkan:

  • Penyelidikan harus dilakukan oleh Kepolisian (Polri).
  • Penuntutan oleh Kejaksaan.
  • Persidangan di peradilan umum.

Langkah tegas agar Anggota TNI Diadili di Peradilan Umum diyakini akan membuat proses hukum lebih transparan, akuntabel, dapat diakses publik, dan pada akhirnya memperkuat pengawasan sipil terhadap militer, sesuai dengan semangat reformasi tahun 2004.

(*Drw)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *