Faktababel.id, NASIONAL – Peserta Liga Gala Karya 2025 yang digelar di Stadion Soemantri Brodjonegoro, Jakarta, – Oktober , mengungkapkan kekecewaan mendalam terhadap panitia penyelenggara. Para peserta menilai panitia tidak profesional dan tidak konsisten dalam menjalankan peraturan yang telah ditetapkan. Hal ini terungkap pada Sabtu ().
Kekecewaan ini disampaikan oleh beberapa pelatih dan tim manajemen dari Bank Kalbar, Beakuda Sambas, Manokwari Selatan, dan RPL Banten. Mereka menilai penyelenggaraan turnamen tingkat nasional ini terkesan ‘liga kampung’ karena panitia tidak mampu mengambil keputusan tegas dan bahkan melanggar aturan permainan.
Perubahan Aturan Setelah Technical Meeting
Kekisruhan bermula dari adanya perubahan sistem pertandingan yang tiba-tiba. Menurut para pelatih, pada saat technical meeting pada Sabtu, Oktober, panitia menetapkan peraturan yang jelas. Peraturan awal menyebutkan bahwa pertandingan akan diadakan dengan sistem setengah kompetisi. Tim yang menjadi juara grup seharusnya langsung lolos ke babak semifinal dan selanjutnya masuk babak final.
Namun, yang terjadi di lapangan berbeda.
“Namun pada pelaksanaannya, setelah penyisihan grup, malah dilakukan lagi pertandingan babak perdelapan, karena adanya desakan dari peserta peraih runner up grup,” ungkap salah satu pelatih sepak bola peserta tersebut.
Keputusan krusial untuk menggelar babak perdelapan final tersebut disetujui langsung oleh Ketua Penyelenggara Gala Karya, M Jaelani Saputra, dan Sekjen Penyelenggara, Ivan. Keputusan ini diambil atas desakan dari tim-tim runner up grup.
Kutipan Kekecewaan Peserta dan Tuntutan Evaluasi
Para pelatih dan tim manajemen merasa dirugikan. Tim yang seharusnya sudah keluar sebagai juara grup merasa haknya diabaikan.
“Ini sangat kita sayangkan. Karena ini merupakan pertandingan tingkat nasional dengan semangat fairplay, namun panitianya tidak profesional, tidak kompeten, dan tidak fair,” kata para pelatih dan tim manajemen dengan nada kecewa.
Menurut mereka, panitia seharusnya menjalankan aturan yang sudah ditetapkan sejak awal technical meeting. Perubahan aturan secara sepihak setelah fase grup selesai menimbulkan kecurigaan adanya “permainan yang tidak sehat” dalam tubuh penyelenggara Liga Gala Karya 2025.
“Tim kami yang seharusnya sudah keluar sebagai juara grup, kok bisanya dengan mudah diubah oleh panitia. Ini menimbulkan tanda tanya bagi kami, para pelatih dan peserta sepakbola,” ucap salah satu pelatih.
Peserta turnamen juga mengeluhkan biaya yang tidak sedikit. Mereka harus mengeluarkan dana besar untuk memberangkatkan orang pemain dan ofisial. Mereka merasa keputusan panitia telah mengalahkan tim yang seharusnya berhak menang.
“Liga yang seharusnya profesional, karena digelar secara nasional, ternyata tak ubahnya seperti liga kampung saja,” ungkapnya.
Para pelatih dan tim manajemen meminta pihak berwenang segera mengevaluasi penyelenggaraan turnamen ini.
(*Drw)